Sejak Oktober
1916-Desember 1917, Gemeente Semarang
melaporkan bahwa terdapat 31 orang terjangkit penyakit pes. Pes merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh bakteri pes dan ditularkan oleh kutu-kutu tikus
kepada manusia. Wabah penyakit pes di perkampungan dalam kota Semarang ini
karena kondisi lingkungan kampung yang buruk.
Kampung-kampung
yang terkena wabah pes yaitu Karangturi, Lemahgempal, Bugangan, Gambiran,
Bojongpejambon, Kembangsari, Randusari, Widoharjo, Lamper Kidul, Genuk,
Bandarharjo. Rejosari, Barusari, Bulustalan, Pederesan, Bulu Lor, Pendrian
Kidul, dan Kentangan. Tidak hanya wabah penyakit pes yang menyerang perkampungan
dalam Kota
Semarang, melainkan juga tersebar wabah penyakit kolera, tifus, malaria, dan
disentri.
Kondisi tersebut
menjadikan angka kematian di Semarang sangat tinggi, bahkan jauh melebihi angka
kelahiran. Di tahun 1919, triwulan (tiga bulan) pertama, rata-rata angka
kematian penduduk Semarang mencapai 31.200 jiwa. Pada triwulan pertama itu
angka kematian tertinggi berada di Semarang Wetan, yakni mencapai 59.000 jiwa.
Selanjutnya, di triwulan kedua, rata-rata angka kematian penduduk Semarang meningkat
mencapai 78.600 jiwa. Angka kematian tertinggi pada triwulan kedua berada di
Mranggen, yakni mencapai 151.000 jiwa. Di waktu-waktu selanjutnya, angka
kematian tersebut akan mengalami kenaikan hingga 11%.
Permasalahan
merebaknya wabah penyakit, kondisi perkampungan yang buruk, dan angka kematian
yang tinggi menjadi pembahasan rapat Dewan Kotapraja Semarang. Pembahasan
tersebut menjadi pembicaraan yang alot, sukar menemukan pemecahan atas
permasalahan tersebut.Dari Segala sumber
0 comments :
Post a Comment