Lingkungan
industri menyatu dengan pemukiman penduduk, seperti Kampung Petudungan,
Plampitan, Pekunden, Sayangan, Pandean, dan lain-lain. Penggunaan lahan kota
diperuntukkan kepentingan penguasa dan pemodal, sehingga dampaknya berpengaruh
terhadap lingkungan penduduk yang tidak diperhatikan. Perkampungan penduduk
pribumi mempunyai sanitasi buruk, ketersediaan air bersih yang kurang, cahaya
dan udara segara berkurang, serta bahaya banjir di musim hujan.
Kondisi
perkampungan rakyat tersebut cukup menarik perhatian H. F. Tillema. Tahun 1913,
seorang anggota gemeenteraad tersebut
mengadakan penelitian terhadap kondisi kesehatan dan fisik kampung-kampung di
Semarang atas biayanya sendiri. Hasil potret yang dia dapat menunjukkan bahwa
rumah penduduk dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratan sebagai tempat
tinggal.
Berdasarkan
hasil pengamatannnya, rumah-rumah tersebut terbuat dari bambu, berlantaikan
tanah, tanpa ventilasi yang memadai, tanpa penerangan, dan letaknya tidak
teratur. Selain itu, jarak WC dengan sumur sangat berdekatan sehingga penduduk kampung
meminum air sumur yang dekat dengan WC. Pun dengan jumlah penduduk mencapai 400
hingga 1000 orang per hektar are (ha).
Dari hasil
temuannya itu, Tillema membuat perencanaan perbaikan rumah dan kampong.
Perbaikan itu berupa perencanaan membuat halaman rumah menghadap ke jalan
supaya memudahkan lalu lintas dan sirkulasi udara lancar. Jalan-jalan besar
yang dibangun pun dibangun searah dengan angin. Jarak antar rumah juga
berkisar 500 hingga 1000 meter.
0 comments :
Post a Comment